SEJARAH PEMIKIRAN FILSAFAT MASA YUNANI KUNO : PLATO DAN ARISTOTELES
PEMIKIRAN FILSAFAT
SEJARAH MASA YUNANI KUNO : PLATO DAN ARISTOTELES
Sejarah secara etimologi sejarah
dalam bahasa inggris yaitu History (sejarah)
berasal dari bahasa Yunani “Istoria” yang
berarti ilmu. Dalam penggunaannya oleh filsuf Yunani Aristoteles, Istoria
berarti suatu penelaahan sistematis mengenai seperangkat gejala alam. Menurut
pengertian yang paling umum, kata history berarti “ masa lampau umat manusia”.
Di dalam kamus umum bahasa Indonesia oleh W.J.S Poerwadarminta, disebutkan
bahwa sejarah mengandung tiga pengertian yitu: 1. Kesusastraan lama: silsilah,
asal-usul; 2. Kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau;
3. Ilmu pengetahuan, cerita pelajaran tentang kejadian dan peristiwa yang
benar-benar terjadi pada masa lampau.
Apabila kita ambil peristiwa masa
lampau, itu belum berarti sejarah. Sejarah akan mengandung arti dan mempunyai
nilai ilmiah apabila peristiwa masa lampau atau faktanya diberi ccerita dan
ceritanya harus disusun dengan menggunakan persyaratan ilmiah. Dari keterangan
diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sejarah ialah cerita perubahan-perubahan,
peristiwa-peristiwa atau kejadian masa lampau yang telah diberi tafsir atau
alasan dan dikaitkan sehingga membentuk suatu pengertian yang lengkap.
Filsafat, berasal dari bahasa
Yunani “ Philos dan Sophia” . Philos artinya,
senang, cinta, dan Sophia, artinya
hikmat atau kebenaran, kebijaksanaan. Jadi seorang filsuf aalah seseorang yang
cinta pada hikmat akan selalu membela kebenaran dengan menggunakan logikanya
secara bijaksana. Jadi filsafat sejarah adalah ilmu fisafat yang ingin memberi
jawaban atas sebab dan alasan adanya pristiwa sejarah. Jelasnya, filsafat
sejarah adalah salah satu bagian filsafat yang ingin menyelidiki sebab-sebab
terakhir dari suatu peristiwa, serta ingin memberikan jawaban atas sebab dan
alasan segala peristiwa sejarah.
Filsafat sejarah mencari penjelasan
serta berusaha masuk kedalam pikiran dan cita-cita manusia dan memberikan
keterangan tentang bagaimana munculnya suatu negara, bagaimana proses
perembangan kebudayaan sampai mencapai puncak kejayaan dan akhirnya mengalami
kemundurannya seperti pernah dialami oleh negara-negara atas pada zaman yang
lalu disertai peran-peran pemimpinnya yang terkenal sebagai subjek pembuat
sejarah pada zamannya.[1]
A. Plato
Plato adalah pengikut socrates
selain di kenal sebagai ahli pikir ia juga dikenal sebagai sastrawan yang
terkenal. Ia lahir di Athena dengan nama asli Aristocles, ia belajar filsafat
dari Socrates, Phitagoras, Heracleitos, dan Elia, akan tetapi ajarannya yang
paling besar pengaruhnya adalah dari nama Ariston dan ibunya bernama
Perigtione. Ia dilahirkan dalam lingkungan bangsawan, ia mendapatkan pendidikan
yang baik dari seorang bangsaan, bernama Pyrilampes. Sejaka anak-anak dia telah
mengenal Socrates dan kemudian menjadi gurunya selama delapan tahun.[2] Ia
adalah murid sekaligus sahabat diskusi Socrates. Plato juga dikenal sebagai
salah seorang filsuf Yunani yang sangat berpengaruh. Karyanya yang paling
dikenal adalah Republik ( dalam
bahasa Yunani: Politeia, “negeri” ). Dalam bukunya ini ia menguraikan garis
besar pandangannya pada keadaan “ Ideal”. Sumbangsih Plato yang terpenting
tentu saja adalah gagasannya mengenai ide. Menurutnya dunia fana ini tidak lain
hanyalah refleksi atau bayangan daripada dunia ideal. Di dunia ideal semuanya
sangat sempurna. Misalnya saja konsep mengenai “ kebajikan” dan “kebenaran”.
Menurut pemikiran falsafahnya, dunia lahir adalah dunia pengalaman yang selalu
berubah-ubah dan berwarna-warni. Semua itu adalah bayangan dari dunia idea.
Sebagai bayangan, hakikatnya
hanyalah tiruan dari yang asli yakni idea. Karenanya, dunia pengalaman ini
berubah-ubah dan bermacam-macam, sebab hanyalah merupakan tiruan yang tidak
sempurna dari idea yang sifatnya bagi dunia pengalaman. Barang-barang yang ada
di dunia ini semua ada contohnya yang ideal di dunia idea sana (dunia idea),.
Keadaan itu sendiri bertingkat-tingkat. Tingkat idea tertinggi adalah idea
kebaikan, di bawahnya idea jiwa dunia, yang menggerakkan dunia. Berikutnya idea
keindahan yang menimbulkan seni, ilmu, pendidikan, dan politik.
Dengan demikian, jelaslah bahwa
kebenaran umum itu memang sudah ada, bukan dibuat melainkan sudah ada didalam
idea. Manusia dulu berada di dunia idea bersamma-sama dengan idea-idea lainya
dan mengenalinya. Jiwa manusia didunia nyata ini terkurung oleh tubuh sehingga
kurang ingat lagi hal-hal yang dulu pernah dikenalinya di dunia idea. Dengan
kepekaan indranya, terkadang hal-hal yang empirik menjadikan manusia teringat
kembali apa yang pernah dikenalinya dulu di dunia idea. Dengan kata lain,
pengertian manusia yang membentuk pengetahuan tidak lain adalah dari ingatan
manusia tentang apa yang pernah dikenalinya atau mengerti karena ingat.
Alam pikiran Yunani dengan warisan
Helenis dikenalsebagai sumber, filsafat, ilmu dan penulisan sejarah oksidental
(Barat). Bangsa Yunani tampaknya menyajikan semacam kesadaran sejarah yang
paradoks. Bangsa Yunani sebenarnya tidak terlalu Historical Minded dan pengaruh
sejarah terhadap kehidupan mereka waktu itu tidak terlalu menonjol. Beberapa
penulis Yunani kuno seperti Herodotus dan Plato menulis semacam filsafat
sejarahnya sendiri. Bagi mereka, dan masyarakat Yunani umumnya, sejarah
digambarkan seperti “cakra menggiling” (ferris wheel) yang bergerak naik dengan
pengulangan siklus yang abadi.[3]
Plato, adalah pelopor dari aliran
filsafat yaitu aliaran Idealisme. Aliran ini adalah aliran filsafat metafisika
yang berpendapat bahwa hakikat dunia atau kenyataan itu ialah ide, yang
sifatnya rohani atau intelegensi. Dunia yang tampaknya sekarang ini hanya maya
atau bayangan/ impian belaka. Apa yang tampak sebagai dunia nyata itu
sebenarnya adalah ekspresi dari pada roh dalam bentuk yang berwujud, yang dapat
diamati oleh alat indra. Dunia hakiki menurut plato adalah dunia yang sempurna,
dunia yang ideal, dimana terdapat makhluk-makhluk prototipe yang ideal (seperti
kekudaan), karena hanya perwujudan dari dunia hakiki, seperti contohnya: banyak
kuda yang tidak ada yang sama.[4]
Pengaruh Plato begitu besar dalam
filsafat, sampai-sampai ada yang mengatakan bahwa sejarah filsafat bisa
disimpulkan sebagai ragkaian catatan kaki atas Plato. Dengan menyimpulkan
filsafat sejarah Platon adalah sebuah pemikiran transendental yang berbicara
tentang kategori-kategori apriori, atau sebuah gerak negatif pengada yang
membuat sesuatu dipahami sebagai sesuatu karena adanya pembeda. [5]
B. Aristoteles
Selain Plato, tokoh yang paling
berpengaruh dan menyita perhatian publik luas hingga saat ini adalah
Aristoteles. Aristoteles adalah murid Plato. Ia lahir di Stagyra, Yunani Utara
pada tahun 384 SM. Ayahnya seorang dokter pribadi raja Macedonia Amyntas. Ia
mewarisi pengetahuan empiris dari ayahnya. Ia juga banyak mempelajari filsafat,
matematika, astronomi, retorika, dan ilmu-ilmu lainya. Dengan kecerdasannya
yang luar biasa, hampir-hampir ia menguasai berbagai ilmu yang berkembang pada masanya.
Pada usia 17 tahun, ia dikirim ke
Athena untuk belajar di Akademia Plato selama kira-kira 20 tahun hingga Plato
meninggal. Beberapa lama ia menjadi guru di Akademia Plato untuk bidang logika
dan retorika. Setelah Plato meninggal dunia, Aristoteles bersama rekannya
Xenokrates meninggalkan Athena, karena ia tidak setuju dengan pendapat Plato di
Akademia tentang filsafat. Tiba di Assos, Aristoteles dan rekanya mengajar di
sekolah Pythia. Pada 345 SM kota Assos diserang oleh tentara Persia, rajanya (rekan
Aristoteles) dibunuh, kemudia Aristoteles dengan kawan-kawannya melarikan diri
ke Mytilene di pulau Lesbos, tidak jauh dari Assos. Tahun 342 SM, Aristoteles
diundang raja Philippos dari Mecedonia untuk mendidik anaknya Alexander Agung.[6]
Berikut ini akan kami uraikan
tentang beberapa pemikiran Aristoteles yang terdiri dari:
1. Ajaran tentang logika, ia memakai
istilah Analitika menurut Aristoteles, berpikir harus dilakukan dengan bertitik
tolak pada pengertian-pengertian sesuatu benda. Suatu pengertian memuat dua
golongan, yaitu substansi (sebagai sifat yang umum), dan aksidensia (sebagai
sifat yang secara tidak kebetulan). Dari dua golongan tersebut terurai menjadi
ssepuluh macam kategori, yaitu, substansi (manusia, binatang), kuantitas (dua,
tiga), kulitas (merah, baik), relasi (rangkap, separuh), tempat (di rumah, di
pasar), waktu (sekarang, besok), keadaan (duduk, berjalan), mempunyai
(berpakaian, bersuami), berbuat (membaca, menulis), menderita (terpotong,
tergilas). Sampai sekarang Aristoteles dianggap sebagai bapak logika
tradisional.
2. Ajaran tentang silogisme, pengetahuan
diperoleh melalui dua cara yaitu induksi (berpikir yang bertolak pada hal-hal
yang bersifat khusus untuk mencapai kesimpulan yang bersifat umum) dan deduksi
(proses berpikir yang bertolak pada dua kebenaran yang tidak diragukan lagi
untuk mencapai kesimpulansebagai kebenaran yang ketiga.
3. Ajaran tentang pengelompokan ilmu
pengetahuan, Aristoteles mengelompokkan ilmu pengetahuan menjadi tiga golongan,
yaitu: a. ilmu pengetahuan praktis (etika dan politik); b. Ilmu pengetahuan
produktif (teknik dan kesenian); c. Ilmu pengetahuan teiritis (fisika,
matematika, metafisika).
4. Ajarannya tentang aktus dan potensia,
menurut Aristoteles, yang ada itu berada pada hal-hal yang khusus dan kongkret.
Dengan kata lain, titik tolak ajaran atau pemikiran filsafatnya adalah ajaran
Plato tentang ide. Realitas yang sungguh-sungguh ada bukanlah yang umum dan
yang tetap seperti yang dikemukakan Plato, tetapi realitas terdapat pada yang
khusus dan yang individual. Kebradaan manusia bukan di dunia ide, tetapi
realitas terdapat pada yang kongkret, yang bermacam-macam, yang berubah-ubah,
itulah realitas yang sebenarnya.
5. Ajarannya tentang pengenalan, menurutnya
ada dua pengenalan yaitu, pengenalan indrawi dan pengenalan rasional.
6. Ajarannya tentang etika, menurutnya
tujuan hidup manusia adalah kebahagiaan.
7. Ajaran tentang negara, menurutnya negara
yang paling baik adalah negara dengan sistem demokrasi moderat, artinya sistem
demokrasi yang berdasarkan undang-undang dasar.[7]
Kecendrungannya berpikir saintifik
tampak dari pandangan-pandangan filsafatnya yang bersifat sistematis dan banyak
menggunakan metode empiris. Menurut Aristoteles Istoria (sejarah) berarti suatu penelaahan sistematis mengenai
seperangkat gejala alam. Maka, jika dibandingkan dengan Plato yang pandangan
filsafatnya lebih condong ke aspek abstrak dan idealisme, maka orientasi
Aristoteles lebih pada hal-hal yang kongkret (empiris). Ia menjadi dikenal luas
karena pernah menjadi tutor (guru) anaknya Alexander, seorang diplomat ulung
dan jendral terkenal. Berkat bantuan rajanya saat itu, di Athena ia mendirikan
sekolah yang bernama sekolah Lykaiin, juga disebut sekolah Peripatetik, yang
sebenarnya adalah pusat penelitian ilmiah.
Dari sekolah tersebut ia banyak
menghasilkan berbagai macam hasil penelitian yang tidak hanya dapat menjelaskan
prinsip-prinsip sainsn, tetapi juga politik, retorika, dan lain sebagainya.
Namun lama kelamaaan posisi Aristoteles di Athena tidak aman lagi karena ia
orang pendatang. Pada tahun 323, sesudah kematian Iskandar Agung, ia harus
melarikan diri dari Athena karena ia dituduh sebagai penyebar ajaran subversif
dan atheisme. Ia meninggalkan Athena dan pindah ke Chalcis dan meninggal disana
pada 322 SM. Di dalam dunia filsafat, Aristoteles terkenal sebagai Bapak
Logika. Yitu suatu cara berpikir yang teratur menurut urutan yang tepat atau
berdasarkan hubungan sebab-akibat. Dia adalah yang pertama kali membentangkan
cara berpikir teratur dalam suatu sistem, yang inti sarinya adalah Sylogisme. Logikanya
disebut logika tradisional (logika formal). Aristoteles dalam Metaphysics menyatakan bahwa manusia
dapat mencapai kebenaran.[8]
Aristoteles adalah pelopor aliran fisafat
Realis yang klasik, yang mengatakan, bahwa dia megakui kenyataan dunia, dunia
yang terdiri atas benda-benda individual, serta terdiri atas zat benda atau
materi dan bentuk, sehingga zat itu mempunyai bentuk dan rupa yang kita amati.[9]
A. Kesimpulan
Sejarah akan mengandung arti dan
mempunyai nilai ilmiah apabila peristiwa masa lampau atau faktanya diberi
ccerita dan ceritanya harus disusun dengan menggunakan persyaratan ilmiah.
Filsafat, berasal dari bahasa Yunani “ Philos dan Sophia” . Philos artinya, senang, cinta, dan Sophia, artinya hikmat atau kebenaran,
kebijaksanaan. Jadi seorang filsuf aalah seseorang yang cinta pada hikmat akan
selalu membela kebenaran dengan menggunakan logikanya secara bijaksana. filsafat
sejarah adalah ilmu fisafat yang ingin memberi jawaban atas sebab dan alasan
adanya pristiwa sejarah. Plato, adalah pelopor dari aliran filsafat yaitu
aliaran Idealisme. Aliran ini adalah aliran filsafat metafisika yang
berpendapat bahwa hakikat dunia atau kenyataan itu ialah ide, yang sifatnya
rohani atau intelegensi. Dunia yang tampaknya sekarang ini hanya maya atau
bayangan/ impian belaka. Apa yang tampak sebagai dunia nyata itu sebenarnya
adalah ekspresi dari pada roh dalam bentuk yang berwujud, yang dapat diamati oleh
alat indra. Aristoteles, adalah pelopor aliran fisafat Realis yang klasik, yang
mengatakan, bahwa dia megakui kenyataan dunia, dunia yang terdiri atas
benda-benda individual, serta terdiri atas zat benda atau materi dan bentuk,
sehingga zat itu mempunyai bentuk dan rupa yang kita amati. Beberapa pemikiran
Aristoteles yang terdiri dari: Ajaran tentang logika, ajaran tentang silogisme, ajaran tentang
pengelompokan ilmu pengetahuan, tentang aktus dan potensia, tentang pengenalan,
tentang etika, tentang negara.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Asmoro. 2004. Filsafat Umum. Jakarta: Rajawali Pres
E. Tamburaka, Rustam. 2002. Pengantar Ilmu Sejarah Teori Filsafat
Sejarah Sejarah Filsafat & IPTEK Jakarta: PT Rineka
Maksum, Ali. 2016. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: AR- RUZZ MEDIA
Zed,
Mestika. 2010 . Pengantar Filsafat Sejarah. Padang: UNP Pres
http://www.inovation-demokratique.org/spip,php?page=imprimer&idarticle=336
[1] Rustam E. Tamburaka, Pengantar
Ilmu Sejarah Teori Filsafat Sejarah Sejarah Filsafat &IPTEK,( Jakarta: PT
Rineka Cipta,2002), hlm 127-130
[2] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum,
( Jakarta: Rajawali Pres, 2004), hlm 50-54
[3] Mestika Zed, Pengantar Filsafat
Sejarah,( Padang: UNP Pres, 2010), hlm 58
[4] Rustam E Tamburaka, Op.Cit,
hlm 135-136
[6] Ali Maksum, Pengantar Filsafat,
Yogyakarta: AR- RUZZ MEDIA, 2016), hlm 67
[7] Asmoro Achmadi, Op.Cit, hlm 56-59
[8] Ali Maksum, Op.Cit, hlm 68
[9] Rustam E Tamburata, Op.Cit,
137
Komentar
Posting Komentar