APA ITU KAPITALISME?
1. Pengertian
Kapitalisme
Kapitalisme adalah
sistem perekonomian yang menekankan peran kapital (modal), yakni kekayaan dalam
segala jenisnya, termasuk barang-barang yang digunakan dalam produksi barang
lainnya (Bagus, 1996). Ebenstein (1990) menyebut kapitalisme sebagai sistem sosial
yang menyeluruh, lebih dari sekedar sistem perekonomian. Ia mengaitkan
perkembangan kapitalisme sebagai bagian dari gerakan individualisme. Sedangkan
Hayek (1978) memandang kapitalisme sebagai perwujudan liberalisme dalam
ekonomi.
Menurut Ayn Rand (1970),
kapitalisme adalah “a social system based on the recognition of
individual rights, including property rights, in which all property is
privately owned”. (Suatu sistem sosial yang berbasiskan pada pengakuan
atas hak-hakindividu, termasuk hak milik di mana semua pemilikan adalah milik
privat) Heilbroner (1991) secara dinamis menyebut kapitalisme sebagai
formasi sosial yang memiliki hakekat tertentu dan logika yang
historis-unik. Logika formasi sosial yang dimaksud mengacu pada gerakan-gerakan
dan perubahan-perubahan dalam proses proses kehidupan dan
konfigurasi-konfigurasi kelembagaan dari suatu masyarakat. Istilah
"formasi sosial" yang diperkenalkan oleh Karl Marx ini juga
dipakai oleh Jurgen Habermas. Dalam Legitimation Crisis (1988), Habermas menyebut
kapitalisme sebagai salah satu empat formasi sosial (primitif, tradisional,
kapitalisme, post-kapitalisme).
2. Sejarah Perkembangan
Kapitalisme
Robert E. Lerner
dalam Western Civilization (1988) menyebutkan bahwa revolusi
komersial dan industri pada dunia modern awal dipengaruhi oleh asumsi-asumsi
kapitalisme dan merkantilisme. Direduksi kepada pengertian yang sederhana,
kapitalisme adalah sebuah sistem produksi, distribusi, dan pertukaran di mana
kekayaan yang terakumulasi diinvestasikan kembali oleh pemilik pribadi untuk
memperoleh keuntungan. Kapitalisme adalah sebuah sistem yang didisain untuk
mendorong ekspansi komersial melewati batas-batas lokal menuju skala nasional
dan internasional. Pengusaha kapitalis mempelajari pola- pola perdagangan internasional,
di mana pasar berada dan bagamana memanipulasi pasar untuk keuntungan mereka.
Penjelasan Robert Learner ini paralel dengan tudingan Karl Marx bahwa
imperialisme adalah kepanjangan tangan dari kapitalisme. Sistem kapitalisme,
menurut Ebenstein (1990), mulai berkembang di Inggris pada abad 18 M dan
kemudian menyebar luas ke kawasan Eropa Barat laut dan Amerika Utara.
Risalah terkenal Adam
Smith, yaitu The Wealth of Nations (1776), diakui sebagai
tonggak utama kapitalisme klasik yang mengekspresikan gagasan “laissez
faire” dalam ekonomi. Bertentangan sekali dengan merkantilisme yaitu
adanya intervensi pemerintah dalam urusan negara. Smith berpendapat bahwa jalan
yang terbaik untuk memperoleh kemakmuran adalah dengan membiarkan
individu individu mengejar kepentingan-kepentingan mereka sendiri tanpa
keterlibatan perusahaan-perusahaan negara (Robert Lerner, 1988). Awal abad 20
kapitalisme harus menghadapi berbagai tekanan dan ketegangan yang tidak
diperkirakan sebelumnya. Munculnya kerajaan-kerajaan industri yang cenderung
menjadi birokratis uniform dan terjadinya konsentrasinya pemilikan saham oleh
segelintir individu kapitalis memaksa pemerintah (Barat) mengintervensi
mekanisme pasar melalui kebijakan-kebijakan seperti undang-undang anti-monopoli,
sistem perpajakan, dan jaminan kesejahteraan.
Fenomena intervensi
negara terhadap sistem pasar dan meningkatnya tanggungj awab pemerintah dalam
masalah kesejahteraan sosial dan ekonomi merupakan indikasi terjadinya
transformasi kapitalisme. Transformasi ini, menurut Ebenstein, dilakukan agar
kapitalisme dapat menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan ekonomi dan
sosial. Lahirlah konsep negara kemakmuran (welfare state) yang oleh
Ebenstein disebut sebagai "perekonomian campuran" (mixed economy)
yang mengkombinasikan inisiatif dan milik swasta dengan tanggungjawab negara
untuk kemakmuran sosial. Habermas memandang transformasi itu sebagai peralihan
dari kapitalisme liberal kepada kapitalisme lanjut (late capitalism.
organized capitalism, advanced capitalism). Dalam Legitimation
Crisis (1988), Habermas menyebutkan bahwa state
regulated capitalism (nama lain kapitalisme lanjut) mengacu
kepada dua fenomena: (a) terjadinya proses konsentrasi ekonomi seperti
korporasi-korporasi nasional dan internasional yang menciptakan 15 struktur
pasar oligopolistik, dan (b) intervensi negara dalam pasar. Untuk melegitimasi
intervensi negara yang secara esensial kontradiktif dengan kapitalisme liberal,
maka menurut Habermas, dilakukan repolitisasi massa, sebagai kebalikan dari
depolitisasi massa dalam masyarakat kapitalis liberal. Upaya ini terwujud dalam
sistem demokrasi formal.
3. Tiga Asumsi
Kapitalisme
Menurut Ayn Rand Ayn
Rand dalam Capitalism (1970) menyebutkan tiga asumsi
dasar kapitalisme, yaitu: (a) kebebasan individu, (b) kepentingan diri
(selfishness), dan (c) pasar bebas. Menurut Rand, kebebasan individu merupakan
tiang pokok kapitalisme, karena dengan pengakuan hak alami tersebut
individu bebas berpikir, berkarya dan berproduksi untuk keberlangsungan hidupnya.Pada
gilirannya, pengakuan institusi hak individu memungkinkan individu untuk
memenuhi kepentingan dirinya. Menurut Rand, manusia hidup pertama-tama untuk
dirinya sendiri, bukan untuk kesejahteraan orang lain. Rand menolak keras kolektivisme,
altruisme, mistisisme. Konsep dasar bebas Rand merupakan aplikasi
sosial dan pandangan epistemologisnya yang natural mekanistik. Terpengaruh oleh
gagasan “the invisible hand” dari Smith, pasar bebas dilihat
oleh Rand sebagai proses yang senantiasa berkembang dan selalu menuntut yang
terbaik atau paling rasional. Smith pernah berkata: “...free marker
forces is allowed to balance equitably thedistribution of wealth”. (Robert
Lerner, 1988).
4. Sistem
Perekonomian/ Tata Ekonomi Kapitalisme
Kapitalisme adalah
sistem perekonomian yang memberikan kebebasan secara penuh kepada setiap orang
untuk melaksanakan kegiatan perekonomian seperti memproduksi barang, manjual
barang, menyalurkan barang dan lain sebagainya. Dalam sistem ini pemerintah
bisa turut ambil bagian untuk memastikan kelancaran dan keberlangsungan
kegiatan perekonomian yang berjalan, tetapi bisa juga pemerintah tidak
ikut campur dalam ekonomi. Dalam perekonomian kapitalis setiap warga dapat
mengatur nasibnya sendiri sesuai dengan kemampuannya. Semua orang bebas
bersaing dalam bisnis untuk memperoleh laba sebesar-besarnya. Semua orang bebas
melakukan kompetisi untuk memenangkan persaingan bebas dengan berbagai cara.
5. Teori Dasar
Ekonomi-Kapitalis
Membicarakan dasar teori
ekonomi kapitalisme, sosok Adam Smith dengan buku termasyhurnya, The
Wealth of Nations, dapat disebut sebagai Bapak Kapitalisme. Dalam
membahas teori dasar kapitalisme adalah dengan mengetahui ciri dasar sistem
tersebut, yaitu pemaksimalan keuntungan individu melalui kegiatan[1]kegiatan
ekonomi yang dimaksudkan membantu kepentingan publik. Makna kapitalisme untuk
kepentingan publik tersebut, oleh Adam Smith diilustrasikan dengan sangat
jelas: “Apa yang kita harapkan untuk makan malam kita tidaklah datang dari
keajaiban dari si tukang daging, si pemasak bir atau si tukang roti, melainkan
dari apa yang mereka hormati dan kejar sebagai kepentingan pribadi. Malah
seseorang umumnya tidak berkeinginan untuk memajukan kepentingan publik dan ia
juga tidak tahu sejauh mana ia memiliki andil untuk memajukannya. Yang ia
hormati dan ia kejar adalah keuntungan bagi dirinya sendiri. Di sini ia
dituntun oleh tangan-tangan yang tak terlihat (the invisible hands) untuk
mengejar yang bukan bagian dari kehendak sendiri. Bahwa itu juga bukan
merupakan bagian dari masyarakat, itu tidak lantas berarti suatu yang lebih
buruk dari masyarakat. Dengan mengejar kepentingan sendiri, ia kerap kali
memajukan kepentingan masyarakat lebih efektif dibandingkan dengan jika ia
sungguh-sungguh bermaksud memajukannya. Saya tidak pernah menemukan kebaikan
yang dilakukan mereka yang sok berdagang demi kepentingan publik”.
Penjelasan ilustratif
tersebut sebenarnya tidak bermaksud lain kecuali kehendak untuk memaknai
kapitalisme dengan memadukan kepentingan individu di satu pihak dan kepentingan
publik di pihak yang lain. Dari premis itu ialah bahwa kapitalisme merupakan
sebuah sistem ekonomi yang lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan
ekonomi secara individu. Meskipun demikian, orientasi individu tetap merupakan
tahapan awal bagi kepentingan publik atau sosial. Motif sosial yang tersembunyi
(hidden social motive) yang disebut Smith sebagai the
invisible hands. Kehendak untuk memadukan kepentingan privat dan
publik ini selanjutnya dijelaskan bahwa setiap manusia, dengan demikian,
dipimpin langsung oleh kepentingan dan tindak tanduk ekonominya.
Premis ini di kemukakan
Adam Smith dalam The Wealth of Nations pendahuluan dan catatan
pinggir oleh Edwin Cannan, New York: The Modern Library, 1973, hlm. 14,
423.17 Manusia yang bersangkutanlah yang mengetahui apa kepentingan mereka
sesungguhnya. Oleh sebab itu, dialah yang dapat memenuhi kepentingan dengan
sebaik-baiknya. Hal ini bukan dimaksudkan untuk mengesampingkan kepentingan
bersama, tetapi mereka berfikir bahwa kepentingan bersama ini akan dapat
diperhatikan dengan sebaik-baiknya pula apabila setiap individu mendapat
kesempatan untuk memenuhi, memuaskan, dan mengekspresikan kepentingannya
masing-masing tanpa restriksi.
Setelah ia menulis The
Wealth of Nations, Smith sudah mengemukakan dalam Theory of
Moral Sentiments sebagai dasar filsafat teori ekonominya. Ia menentang
dengan tegas pendapat de Mandeville bahwa privet vice makes public
benevit. De Mandeville memandang bahwa kemewahan atau pengejaran
keuntungan ekonomi itu dosa, meski dosa itu sendiri diperlukan untuk
kesejahteraan masyarakat. Smith justru melihat sebaliknya, dengan meniru
gurunya Francis Hutcheson, ia mengatakan bahwa kebajikan adalah pengendali
nafsu dan bukan sebuah antipati yang mutlak. Dalam The Wealth of
Nations sendiri, Smith pernah mengatakan bahwa: “The nature
and causes of the wealth of nations is what is properly called political
economy”. Ini menunjukkan bahwa nama bukunya saja sudah cukup untuk
menjelaskan apa sesungguhnya yang menjadi tujuan dari aktifitas ekonomi.
Mempelajari paradigma dan ide dasar kapitalisme juga bisa dilakukan dengan
membuat interpretasi-interpretasi karya Smith seperti yang banyak dilakukan.
Kita memahami bahwa masterpiece Smith tersebut sesungguhnya
hanya meletakkan gagasan-gagasan cemerlangnya secara umum saja. Sjahrir (1995)
menerjemahkan The Wealth of Nations yang membidani lahirnya
teori kapitalisme itu dengan membuat rincian sederhana seperti, apa yang harus
diproduksi dan dialokasikan, bagaimana cara memproduksi dan mengalokasikan
sumber daya, serta bagaimana cara mendistribusikan sumber daya dan hasil
produksi.Pemahaman lain tentang ide dasar kapitalisme juga diberikan oleh Max
Weber Ia mendefinisikan kapitalisme sebagai sistem produksi komoditi
berdasarkan kerja berupah untuk dijual dan diperdagangkan guna mencari
keuntungan. Ciri produksi berdasarkan upah buruh itu merupakan karakter
mendasar bagi kapitalisme. Bagi Weber, ciri kapitalisme yang lebih mendasar
lagi adalah pada sistem pertukaran di pasar. Sistem di pasar ini menimbulkan
konsekuensi logis berupa rasionalisasi yang mengacu pada bagaimana cara meraih
keuntungan yang sebesar-besarnya. Dengan kata lain, bagaimana melakukan
akumulasi kapital secara terus menerus. Akumulasi kapital itu dimaksudkan untuk
melakukan produksi barang atau jasa yang lebih menguntungkan (more
profitable). Keuntungan inilah yang secara dominan bagi rasionalitas
tekhnologi. Sedangkan bagi Marx, kapitalisme tidak didefinisikan olehmotif atau
orientasi kaum kapitalis. Apapun motif yang mereka sadari,
mereka sebenarnya didorong oleh logika sistem ekonomi untuk memupuk modal.
Kapitalisme bagi Marx
suatu bentuk masyarakat kelas yang distrukturasikan dengan cara khusus dimana
manusia diorganisasikan untuk produksi kebutuhan hidup. Sejalan dengan
zaman, kapitalisme terus berkembang, bergerak dan beradaptasi dengan sejarah.
Jorge Larrain mengemukakan, “Kapitalisme dicirikan oleh dominasi obyek atas
subyek, modal atas pekerja, kondisi produksi atas produsen, buruh mati atas
buruh hidup. Bahkan menurut Marx, kapitalisme adalah hasil dari praktek
reproduksi manusia. Marx menganalisa hal tersebut tidak hanya untuk mengetahui
bagaimana sistem itu bekerja dan memproduksi diri sendiri, tetapi juga untuk
menunjukkan kondisi yang mampu menggantikannya”.Max Weber, The
Protestant ethic of Spirit Capitalism, New York, Scribner, 1958, Edisi
Inggrisnya dikerjakan oleh Talcot Parson dengan Pengantar RH Tawney.
Pada tahun 1887,
muncullah Das Capital-nya Marx yang amat termashur itu. Marx
mengatakan bahwa kapitalisme itu mempunyai ciri mutlak, yakni borjuis dan
eksploitasi. Oleh karenanya, begitu Marx, dengan revolusi
kekerasanlah pemerintah sosialis harus didirikan. Demi terjaminnya
stabilitas sistem ini, maka ia harus dijaga oleh sistem kepemimpinan yang
diktator proletariat. Kapitalisme yang dibuat oleh Lorens Bagus, berasal dari
bahasa Inggris, capitalism atau kata latin, caput yang
berarti kepala. Kapitalisme itu sendiri adalah sistem perekonomian
yang menekankan peranan kapital atau modal.Poin-poin penting yang bisa
dilihat dan biasa digunakan untuk mengartikan kapitalisme adalah: Pertama,
kapitalisme adalah ungkapan kapitalisme klasik yang dikaitkan dengan apa yang
dimaksud oleh Adam Smith sebagai permainan pasar yang memiliki aturan
sendiri.
Ia yakin bahwa dengan
kompetisi, pekerjaan dari tangan yang tidak kelihatan akan menaikkan harga pada
tingkat alamiah dan mendorong tenaga kerja atau modal mengalami pergeseran dari
perusahaan yang kurang menguntungkan.Ini berarti kapitalisme merupakan usaha[1]usaha
kompetitif manusia yang akan dengan sendirinya berubah menjadi kepentingan
bersama atau kesejahteraan sosial (social welfare). Kedua, kapitalisme
merupakan ungkapan Prancis laissez[1]faire,
laissez-passer, yang berarti ‘semaunya’, yang dilekatkan sebagai
ungkapan penyifat. Ungkapan laissez-faire menekankansebuah
pandangan bahwa dalam sistem ini, kepentingan ekonomi dibiarkan berjalan
sendiri agar perkembangan berlangsung tanpa pengendalian Negara dan dengan
regulasi seminimal mungkin. Ketiga, kapitalisme adalah
ungkapan Max Weber bahwa ada keterkaitan antara bangkitnya kapitalisme dengan
protestanisme. Kapitalisme merupakan bentuk sekuler dari penekanan
protestanisme pada Individualisme dan keharusan mengusahakan keselamatan
sendiri.
6. Akar Historis Kapitalisme
Sistem perekonomian
kapitalisme muncul dan semakin dominan sejak peralihan zaman feodal ke zaman
modern. Kapitalisme seperti temuan Karl Marx menjadi sistem yang dipraktekkan
di dunia bermula di penghujung abad XIV dan awal abad XV. Kapitalisme sebagai sistem
perekonomian dunia terkait erat dengan kolonialisme. Pada zaman kolonialisme
ini akumulasi modal yang terkonsentrasi di Eropa (Inggris) didistribusikan ke
penjuru dunia, yang menghadirkan segenap kemiskinan di wilayah jajahannya.
Kelahiran kapitalisme ini dibidani oleh tiga tokoh besar, yaitu Martin Luther
yang memberi dasar-dasar teosofik, Benjamin Franklin yang memberi dasar-dasar
filosofik dan Adam Smith yang memberikan dasar-dasar ekonominya. Martin Luther
yang memberi dasar-dasar teosofik adalah seorang Jerman yang melakukan gerakan
monumentalnya, 31 Oktober 1571 dengan menempelkan tulisan protesnya di seluruh
penjuru Roma. Ia tidak menerima kenyataan praktik pengampunan dosa yang
diberlakukan gereja Roma. Kemudian ia meletakkan ajaran dasarnya, yaitu:
“Manusia menurut kodratnya menjadi suram karena dosa-dosanya dan semata-mata
lewat perbuatan dan karya yang lebih baik saja mereka dapat menyelamatkan
dirinya dari kutukan abadi”. Sedangkan bagi Benjamin Franklin yang memberi
dasar-dasar filosofik, mengajak orang untuk bekerja keras mengakumulasi
modal atas usahanya sendiri. Kemudian Franklin mengamanatkan: “Waktu adalah
Uang”. Bagi Adam Smith yang memberikan dasar-dasar ekonominya dan tarcantum
dalam buku An Inquiry into The Nature and Causes of The Wealth
Nations, Adam Smith lebih mengkongkretkan spirit kapitalismenya dalam
sebuah konsep sebagai mekanisme pasar. Basis folologisnya adalah laissez-faire,
laissez-passer. Ia mengatakan bahwa barang langka
akan menyebabkan harga barang tersebut menjadi mahal sehingga menjadi
sulit didapatkan terutama oleh mereka yang berpenghasilan rendah. Tetapi
menurut Smith bahwa yang harus dilihat adalah perilaku produsen. Ketika harga
barang mahal, maka keuntungan akan meningkat. Ketika keuntungan yang dijanjikan
atas barang tersebut tinggi, maka banyak produsen yang memproduksinya. Sehingga
dengan demikian kelangkaan barang tersebut akan terpenuhi dan menjadi murah dan
kebutuhan masyarakat akanterpenuhi. Sehingga masalah yang terjadi di masyarakat
akan diselesaikan oleh the invisible hands. Banyak pakar
memberikan penjelasan bahwa kapitalisme sebagai sistem perekonomian dunia baru
dimulai sejak abad XVI. Menurut Dudley Dillard pada zaman kuno sebenarnya sudah
terdapat model-model ekonomi yang merupakan cikal-bakal kapitalisme. Bagi
Dillard, kapitalisme tidak saja dipahami sebagai sistem ekonomi pasca abad XVI.
Kantong-kantong kapitalisme sebagai cikal-bakal dan ruh kapitalisme justru
mulai berkembang diakhir abad pertengahan. Dillard membagi urutan
perkembangan kapitalisme menjadi tiga tahapan. Secara kronologis dalam tahapan
sejarah perkembangannya: Kapitalisme Awal, Kapitalisme Klasik
dan Kapitalisme Lanjut
a. Kapitalisme Awal (1500-1750).
Kapitalisme untuk
periode ini masih mendasarkan pada pemenuhan kebutuhan pokok yang ditandai
dengan kehadiran industri sandang di Inggris sejak abad XIV sampai abad XVIII.
Meski industri sandang tersebut masih menggunakan mesin pemintal yang
sangat sederhana, pada gilirannya mampu meningkatkan apa yang
disebut sebagai surplus sosial. Seperti dijelaskan Dillar, dalam
prakteknya industri sandang mengahadapi banyak problem dan kesulitan. Namun
demikian, berbagai kendala tersebut tak mampu menjadi penghalang bagi
kesuksesan industri tersebut. Bahkan di beberapa wilayah pelosok Inggris,
industri tersebut terus berkembang pesat selama kurun waktu abad XVI sampai
XVII. Surplus sosial yang didapatkan terus menerus secara produktif ternyata
mampu menjadikan kapitalisme mampu bersaing dengan sistem ekonomi sebelumnya.
Kelebihan itu didayagunakan untuk usaha perkapalan, pergudangan, bahan-bahan
mentah, barang[1]barang
jadi dan variasi untuk kekayaan yang lain.
Perluasan demi perluasan
dengan argumentasi produktifitas yang dilakukan selanjutnya mengahdirkan
fenomena dramatis dengan munculnya kolonisasi atau imperealisme ke
daerah-daerah lain yang tak memiliki keseimbangan produksi. Lebih lanjut pada
informasi yang sama, Dillar juga pernah menguraikan bahwa perkembangan
kapitalisme pada tahapan ini didukung oleh tiga faktor yang sangat penting yaitu:
(1) dukungan agama dengan menanamkan sikap dan karakter kerja keras dan ajuran
untuk hidup hemat, (2) hadirnya logam mulia terhadap distribusi pendapatan
atas upah, laba dan sewa, serta (3) keikutsertaan Negara dalam membantu
membentuk modal untuk berusaha. Studi Russel, Modes of Productions
individu Wolrd History London and New York, Routledge, 1988,
menjelaskan bahwa kapitalisme pada fase ini tidak bisa tidak menyebut
bahwa Eropa dan Inggris abad ke-12 adalah sebagai lokasi awal perkembangan
kapitalisme. Russel menunjuk wilayah perkotaan untuk mencontohkan bahwa
saudagar kapitalis menjual barang-barang produksi mereka dalam suatu perjalanan
dari satu tempat ke tempat lainnya. Mula-mula mereka hanya menjual barang
kepada teman sesama saudagar perjalanan. Kegiatan ini kemudian berkembang
menjadi perdagangan publik.
b. Kapitalisme Klasik (1750-1914).
Pada fase ini terjadi pergeseran perilaku
para kapitalis yang semula hanya perdagangan publik, ke wilayah yang mempunyai
jangkauan lebih luas yaitu industri. Transformasi dari dominasi modal
perdagangan ke dominasi modal industri yang seperti itu merupakan ciri Revolusi
Industri di Inggris. Perubahan dalam cara menentukan pilihan tekhnologi dan
cara berorganisasi berhasil memindahkan industri dari pedesaan ke sentra-sentra
perdagangan lama di perkotaan selama Revolusi Industri. Akumulasi kapital
yang terus menerus membengkak selama dua atau tiga abad mulai menunjukkan hasil
yang baik pada abad XVIII. Penerapan praktis dari ilmu pengetahuan teknis yang
tumbuh selama berabad-abad dapat sedikit demi sedikit dilakukan. Kapitalisme
mulai menjadi penggerak bagi perubahan tehnologi karena akumulasi modal
memungkinkan penggunaan berbagai inovasi. Tepat pada fase ini kapitalisme mulai
meletakkan dasarnya yaitu laissez-faire, laissez-passer sebagai
doktrin mutlak Adam Smith. Dillar menerangkan bahwa perkembangan kapitalisme
pada fase kedua ini semata-mata menggunakan argumentasi ekonomis. Perkembangan
ini tentu saja menjadi parameter keberhasilan bagi kaum borjuis dalam struktur
sosial masyarakat. Kesuksesan ekonomis berimbas pada kesuksesan di bidang
politik, yaitu hubungan antara kapitalis dan Negara. Proses ini menguntungkan
kapitalismeterutama dalam penentuan gaya eksplorasi, eksploitasi dan perluasan
daerah kekuasaan sebagai lahan distribusi produksi. Periode kapitalisme klasik
erat kaitannya dengan karya Adam Smith An Inquiry into The Nature
and Causes of The Wealth Nations (1776) melalaui karya ini terdapat
analisa bahwa kapitalisme kuno sudah berakhir dan bergeser menjadi kapitalisme
klasik.
c. Kapitalisme Lanjut (Pasca 1914).
Kapitalisme lanjut
dijelaskan mulai berkembang sejak abad XIX, tepatnya tahun 1914, Perang Dunia I
sebagai momentum utama. Abad XX ditandai oleh perkembangan kapitalisme yang
sudah tidak lagi bisa disebut sebagai kapitalisme tradisional. Kapitalisme fase
lanjut sebagai peristiwa penting ini ditandai paling tidak oleh
tiga momentum. Pertama, pergeseran dominasi modal dari
Eropa ke Amerika. Kedua, bangkitnya kesadaran
bangsa bangsa di Asia dan Afrika terhadap kolonialisme Eropa sebagai
ekses dari kapitalisme klasik, yang kemudian memanifestasikan kesadaran itu
dengan perlawanan. Ketiga, Revolusi Bolzhevik Rusia yang
berhasrat meluluhlantakkan institusi fundamental kapitalisme yang berupa
pemilikan kapital secara individu atas penguasaan sarana produksi, struktur
kelas sosial, bentuk pemerintahan dan kemapanan agama. Dari sana kemudian
muncul ideologi tandingan, yaitu komunisme.
Kapitalisme abad XX
berhasil tampil meliuk-liuk dengan performance yang selalu
bergerak mengadaptasikan kebutuhan umat manusia pada zaman dan situasi
lingkungannya. Bagi Daniel Bell,fleksibilitas ini sukses membawa kapitalisme
sebagai akhir ideologi (The End of Ideology) yang mengantarkan
umat manusia tidak hanya menuju gerbang yang penuh pesona ekstasi melainkan
juga pada gerbang yang berpeluang besar untuk kehancuran umat manusia. Budiman
(1997: 86) menyebut bahwa kapitalisme seolah menjadi pesolek tanpa tanding
dalam merebut perhatian para teoritisi sosial dunia. Salah satu hal yang
membuat kapitalisme bertahan adalah kelenturan produk yang
ditawarkan. Produk-produk yang disediakan bersifat adaptif dengan
zamannya. Citra-citra yang disodorkan tidak pernah dibiarkan begitu saja dan
menjadi sebentuk Penjelasan ini sekaligus mengawali kajian tentang Kapitalisme
fase lanjut atau kapitalisme mutakhir seperti yang diratapi oleh Daniel Bell.
Beberapa kajian dalam poin ini sepenuhnya mengacu ke sana.
Untuk memperjelas keterangan ini periksa karya Bell seperti (1) The
End of Ideology, New York: Free Press, 1960; (2) The Coming of
Post Industrial Society, New York: Penguin Books Edition, 1973; (3) The
Cultural Contradictions of Capitalism, New York: Basic Books, 1976.
Sedangkan untuk edisi Indonesia, karya Bell ini dapat diperhatikan di Y.B.
Mangunwijaya (ed.), Tekhnologi dan Dampak Lingkungannya, Volume
II, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1985; atau Daniel Bell dan Irving Kristol
(ed.), Model dan Realita di Dalam Wacana Ekonomi, Dalam Krisis
Teori Ekonomi, Jakarta: LP3ES, 1988.
kesombongan ideologis
yang menjenuhkan, melainkan disesuaikan dengan berbagai desakan pluralisasi
wacana kehidupan. Kapitalisme berhasil tetap bertahan karena ia mampu
menghadirkan demokrasi ekonomi dan politik sebagai bentuk keinginan umat manusia
yang paling mutakhir, tapi sebatas citra, demokrasi yang semu. Produk
kapitalisme yang menggairahkan tersebut dipandang Guy Debord sebagai trap,
bahwa saat ini kapitalisme sedang menyiapkan perangkat kebudayaan yang
mengantarkan umat manusia pada kondisi komoditi yang final dan
melelahkan.Produk lain yang ditunjukkan oleh kapitalisme lanjut adalah
sedemikian menjamurnya korporasi-korporasi modern. Korporasi sudah tidak
lagi bergerak di bidang industri manufaktur, melainkan jasa dan informasi. Ia
berusaha mendominasi dunia dengan kecanggihan tekhnologi serta orientasi
menghadapi ekonomi global. Ia lazim berbentuk MNC/TNC (MultiNational
Corporation/Trans National Corporation). Kehadirannya semakin
mempertegas bahwa pelaku aktifitas ekonomi sesungguhnya bukanlah institusi
Negara, melainkan para pengusaha bermodal besar. Sebab hanya dengan modal
mereka bisa melakukan kegiatan ekonomi apa dan dimana saja. Dengan semakin
pentingnya modal, peranan Negara menjadi tereduksi, tapi juga hilang sama
sekali. Negara hanya sekedar menjadi aktor pelengkap (Complement Actor) saja
dalam percaturan ekonomi dunia, meski dalam beberapa kasus peran Negara tetap
dibutuhkan sebagai fasilitator untuk mendukung roda ekonomi yang sedang diputar
kapitalis. Inilah yang dinubuat Galbraith dengan mengatakan bahwa korporasi
modern menerapkan kekuasaan melalui pemerintahan.Para kapitalis ini tetap
membutuhkan keterlibatan Negara untuk memfasilitasi setiap produk yang
dipasarkan. Hubungan simbiosis mutualisme ini selanjutnya menjadi karakter dasar
dari kapitalisme lanjut. Peristiwa ini menyebabkan para pakar menyebut bahwa
kapitalisme lanjut adalah kapitalisme monopoli (monopoly capitalism) atau kapitalisme
kroni (crony capitalism).Kapitalisme monopoli sebagai bentuk dari
kapitalisme fase lanjut seringkali diberi pengertian yang merujuk pada peran
penting dari kolaborasi di tingkat birokrat Korporasi modern dan
Negara menjalin hubungan yang didasarkan pada distribusi kekuasaan dan
profit. Hubungan yang berkembang antara korporasi modern dan birokrasi publik,
seperti kapitalis yang membuat mobil dan Negara yang membangun jalan raya,
kapitalis yang membuat pesawat tempur dengan Negara yang mengendalikan
Departemen Udara dan sebagainya. Selain hal itu, apa yang diungkap Galbraith
sebagai kapitalisme lanjut adalah pemfungsian institusi Negara sebagai jaminan
kontrol dari doktrin mekanisme pasar. Bahkan para kapitalis dengan sengaja
berani membiayai dan merekayasa Negara. Tujuannya adalah untuk mengatasi
kemungkinan terjadinya disintegrasi sistem soaial dalam struktur masyarakat
yang diakibatkan oleh kontradiksi-kontradisi dalam tubuh kapitalisme itu
sendiri. Asumsi ini diperkuat oleh fakta pertumbuhan industri-industri
kapitalisme hingga menciptakan sindroma korporasi-korporasi modern
ternyata memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kekuasaan politik.
Dalam hal ini Galbraith memperkuat argumentasinya dengan uraian yang mendalam
tentang keterkaitan Negara dalam dimensi politis dan kapitalis dalam
dimensi ekonomis. Semakin menguatnya campur tangan institusi Negara ke dalam
aktifitas[1]aktifitas
ekonomi acap mendisfungsionalisasikan fungsi dari Negara itu sendiri. Hal itu
bisa ditunjukkan dengan merosotnya atensi Negara yang bersangkutan terhadap
persoalan-persoalan lain di luar masalah teknis administratif.
Sementara menurut
pandangan Clauss Offe dalam Habermas, sejauh kegiatan Negara diarahkan pada
stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, politik selalu menampilkan sifat negatif
yang khas. Politik diarahkan untuk mengatasi disfungsionalitas dan menghindari resiko-resiko
yang membahayakan sistem. Politik tidak diupayakan untuk merealisasikan
tujuan-tujuan, melainkan pada pemecahan masalah-masalah teknis. Kegiatan Negara
dibatasi hanya pada persoalan-persoalan teknis yang bisa dipecahkan secara
administratif sehingga dimensi praksisnya hilang.Hubungan faktor
politik-kapitalis dengan melakukan kolaborasi Negara dan pengusaha kapitalis
untuk menguasai lahan produksi yang ditujukan pada kepentingan-kepentingan
publik. adalah cara pandang Keynes, dan persoalan itu susah untuk
dihindarkan. Keynes sangat tertarik pada keseluruhan adegan sosial dan politik
yang diproduksi secara bersamaan. Ia memandang teori ekonomi sebagai suatu alat
kebijakan politik. Ia membelokkan apa yang disebut metode ilmu ekonomi klasik
yang bebas nilai untuk melayani tujuan dan target mental, dan untuk itu ia
membuat ilmu ekonomi menjadi persoalan politik dengan cara yang berbeda.
Keterkaitan Negara-kapitalis yang ditunjukkan dengan bergesernya mekanisme
kapitalisme bisa dipahami dari Negara Amerika. Yang terjadi di Amerika dewasa
ini bukanlah paham kapitalisme yang asli yang menganut paham laissez-faire,
laissezpasser, melainkan suatu sistem ekonomi yang tetap menggunakan
prinsip dasar kapitalisme yang disesuaikan dengan berbagai rambu hukum yang
membatasi penguasaan resaources dan konsumsi yang berlebihan,
baik secara individual maupun pada tingkat perusahaan.
Nilai-nilai yang berlaku
pada sistem kapitalisme Amerika selalu mempertimbangkan beberapa aspek. Pertama, asas
kebebasan (freedom), dengan pengertian, bebas berkonsumsi dan
berinvestasi (free entry individu consumption and investment) serta
pembatasan investasi pemerintah sekaligus mengikhtiarkan model politik yang
demokratis. Kedua, asas keseimbangan (equality),
dengan pengertian, adanya difusi antara kekuatan politik dan ekonomi;
adanya bargaining power yang sama untuk produsen dan konsumen
serta adanya kesempatan yang sama sekaligus upaya untuk menciptakan
pemerataan. Ketiga, asas keadilan (fairness),
dengan pengertian, sebuah upaya untuk menghindari praktik yang tidak adil
seperti adanya upah buruh yang tidak memenuhi standar; hubungan tuan dan
majikan yang eksploitatif dan sebagainya. Oleh karena itu, setiap praktek
ekonomi harus dilandasi dengan sikap yang penuh dengan kejujuran dan
keterbukaan (full honesty and disclosure). Keempat, asas
kesejahteraan (welfare), dengan pengertian, adanya Dalam
banyak hal, pembahasan kapitalisme fase lanjut tidak bisa dilepaskan begitu
saja dari pembahasan tentang sistem ekonomi kapitalisme yang ada di Amerika.
Sebab seperti yang sudah dijelaskan terdahulu bahwa salah satu ciri pokok yang
mendasari kapitalisme fase lanjut adalah pergeseran modal dari kapitalisme
klasik yang didominasi oleh Negara-negara Eropa menuju kapitalisme Amerika.
Posisi Amerika sebagai pusat perdagangan dunia (world trade center),
dengan demikian, bisa dijadikan referensi dan parameter perkembangan
kapitalisme global selanjutnya. pertimbangan efisiensi alokasi dan produksi.
Parameter kesejahteraan bisa diketahui melalui pengawasan pemerintah terhadap
stabilitas harga serta upaya untuk menciptakan kondisi ketenagakerjaan
yang bersifat full employment. Kesehatan dan keselamatan
lingkungan hidup juga mendapat perhatian yang besar. Kelima, asas
pertumbuhan berkesinambungan (sustainable growth) yang
indikasinya adalah pertumbuhan pendapatan riil dan
kemajuan tekhnologi.
Ada beberapa
kebijaksanaan pemerintah Amerika yang menjadi prioritas dalam menjamin
kebesaran kapitalisme. Di antaranya adalah kebijaksanaan yang menjamin terciptanya
kompetisi seperti terciptanya UU Anti Trust (Sherman Act and
Clayton Act). Tujuannya untuk mencegah persaingan yang tidak sehat
diantara pihak yang bersaing. Peraturan ini secara teknis bertujuan untuk
menjamin kebebasan dan keamanan dalam berinvestasi (free exit and
entry). Kemudian kebijaksanaan yang mengatur ke mana arah kompetisi
digerakkan. Pengaturan[1]pengaturan
ini berfungsi untuk melindungi konsumen dan produsen. Hal itu bisa
dilakukan dengan menetapkan etika periklanan dan standarisasi barang-barang
dari segi kualitas maupun kuantitas. Perlindungan merk dagang dan hak cipta
juga mendapatkan perhatian yang cukup serius. Selain itu,
adanya kebijaksanaan yang menjadi jaminan bagi distribusi pendapatan,
yakni melalui pajak. Pajak bisa difungsikan sebagai sarana pemerataan, insentif
serta regulator untuk mempengaruhi alokasi produksi maupun konsumsi. Yang
penting lagi adalah adanya kebijaksanaan yang mengatur public utility.
Ide dasar kapitalisme
klasik laissez-faire, laissez passer dan jargon the
invisible hand merupakan asas fundamental yang terus-menerus
diperbaiki dan digunakan untuk mencirikan kapitalisme. Mereka berpandangan
bahwa teori ekonomi secara jelas menunjukkan bahwa mekanisme pasar tidak akan
mampu menyelesaikan proses alokasi barang-barang publik seperti hukum,
pertahanan dan lingkungan. Padahal barang-barang ini merupakan sesuatu yang
vital bagi terjaminnya hidup manusia. Jika mekanisme pasar dibiarkan dengan
sendirinya untuk menentukan alokasi barang-barang publiknya, maka penyediaannya
akan cenderung lebih kecil dibandingkan dengan permintaan masyarakat (socially
desirealible). Karenanya diperlukan peranan pemerintah untuk
menyediakannya. Tindakan ini menjamin produksi barang- barang kebutuhan
dasar (merit goods) diproduksi pada tingkat optimal secara
sosial.Suasana lain dari kapitalisme lanjut adalah kompetisi (competition), dan
kompetisi dalam kapitalisme Amerika merupakan poin penting dari buku The
New Industrial State (1971) yang ditulis Galbraith. Menurutnya, dalam
ilmu ekonomi klasik persaingan adalah banyaknya penjual yang memperoleh bagian
yang kecil dari pasaran. Galbraith kemudian mengatakan bahwa model persaingan
klasik ini sebagian besar sudah lenyap karena banyak pasar yang dikuasai oleh
beberapa perusahaan. Galbraith juga mengatakan bahwa dalam perkembangan
kapitalisme, timbul institusi yang berusaha mengimbangi kelas kapitalis, yang
disebutnya sebagai kekuatan pengimbang (countervailing power).
Kekuatan tersebut bisa berupa lembaga konsumen yang mengontrol perilaku dan
pengaruh produsen, himpunan buruh yang mengimbangi kekuatan kelas pemilik modal
dan kelas manajer. Lembaga pelindung konsumen, pelindung alam serta
organisasi-organisasi volunteer lain yang berusaha untuk
mempertahankan sekaligus memperjuangkan kepentingan golongan lemah (marginal) dalam
masyarakat, yang tentunya mayoritas. Deskripsi awal dengan menyebut Amerika
sebagai pusat segala sesuatu untuk mengkaji kapitalisme lanjut harap
dimaklumkan mengingat kita tidak bisa menolak bahwa Amerika adalah sentral kapitalisme
dunia dari pasca perang dingin atau awal abad XIX sampai detik ini. Namun sample ini
bukan serta merta ingin menunjukkan bahwa kapitalisme lanjut hanya
terbatas (limited) seperti yang tercermin di Amerika.
Seorang sejarawan
peranakan Jepang, Francis Fukuyama, yang kemudian tenar dengan karyanya, The
End of History and Last Man, menyatakan bahwa demokrasi liberal dan
kapitalisme Amerika merupakan titik akhir dari perkembangan ideologi
manusia.Ini semakin memperjelas bahwa teori mekanisme pasar tidak bisa
dibiarkan sebebas apa yang sudah didoktrinkan dalam teori ekonomi kapitalisme
klasik. Pemerintah atau Negara dibutuhkan kehadirannya dalam mengurusai
bidang bidang yang bersangkut-paut dengan kebutuhan publik seperti
penjelasan di atas. Dengan demikian, hadirnya Negara sebagai wasit adalah
berfungsi untuk mengatur pasar. Lihat Francis Fukuyama, The End of
History and Last Man, London: Hamish Hamilton, 1992. bandingkan dengan
pandangan-pandangan dalam literatur abad ke-19 yang dikenal sebagai abad
ideologi (the age of ideology). Bandingkan juga dengan literatur
abad ke-20 yang dianggap sebagai abad: (1) Akhir Ideologi 29
Fukuyama menjelaskan
bahwa sejarah manusia ini sudah berhenti pada satu titik yang ekstrim, yakni
kapitalisme. Karenanya akhir sejarah akan merupakan saat yang menyedihkan.
Tatkala keberanian, semangat, imajinasi, idealisme dan humanisme mulai
digantikan dengan perhitungan-perhitungan ekonomi yang rasional. Pada saat itu
pula manusia akan terjebak pada pemecahan masalah teknis yang tidak ada
habis-habisnya. Kapitalisme sibuk merancang kebutuhan konsumen yang bercita
rasa melangit. Sehingga Galbraith dalam karya yang sama juga menuturkan bahwa
selama paruh terakhir abad ini hampir tidak ada topik lain yang dibahas secara
serius dan mendalam kecuali tentang masa depan kapitalisme (The Future
of Capitalism). Akumulasi modal sekarang tidak sekedar menjadi kebiasaan.
Ia telah menjadi sebuah hukum, di balik nuansa ini, tersimpan keniscayaan akan
adanya alienasi bagi mereka, para kelompok mayoritas seperti buruh, petani dan
perempuan. Kita menyadari bahwa kapitalisme model baru menyimpan
keniscayaan atas penindasan kelompok mayoritas. Segitiga konspirasi ala
O’Donnel sampai hari ini masih relevan dalam menjelaskan mekanisme ketertindasan
struktural rakyat. Secara empiris konspirasi itu dapat dilihat dari bagaimana
kebijakan-kebijakan Negara terbentuk atas pengaruh kepentingan TNC. Tiga pilar
neo klasik, TNC/ MNC, World Bank/ IMF, dan WTO berjalan linier, sevisi,
setujuan menuju kepentingan yang sama, yakni liberalisasi pasar. Di samping itu
ketiga institusi itu adalah kekuatan terbesar dunia abad ini. Sehingga kita
tidak pernah menemukan kebijakan internasional yang tanpa memuat
kepentingan ketiganya. Kita memang bisa menyadari bahwa kapitalisme lanjut
tidak hanya dipahami sesederhana itu. Jika hujatan terpedas hari ini pada
kapitalisme diserangkan oleh kelompok Marx dengan asumsi konflik kelas,
sesungguhnya saat ini kita juga menyaksikan bagaimana kapitalisme menghadapinya
dengan dada terbuka.
Cita-cita Marx yang
tertuang dalam kata-kata msayarakat tanpa kelas, justru
secara mengejutkan, bukan terjadi dalam masyarakat komunisme, melainkan
dalam masyarakat kapitalisme. Konsep pilihan publik (public
choice) yang mencoba (The End of Ideology) karya
sosiolog Daniel Bell,mengagregasikan kebutuhan-kebutuhan individu berhadapan
dengan Negara, justru pada akhirnya mampu menciptakan masyarakat tanpa kelas.
Maka pada saat kapitalisme, dalam kaitannya dengan Negara, mampu memelihara
Negara dengan mengupayakan reinventing government, bukan barang
mustahil apabila masyarakat tanpa kelas adalah milik kapitalisme, bukan
komunisme. Masyarakat tanpa kelas ternyata gagal dipraktekkan oleh komunisme.
Barangkali inilah yang disebut sebagai akhir sejarah itu.
Reference
Hotchinson Publishing Group, 1979, Threshold
capitalism.The Concept of Ideology, Forteword by Tom Bottomore, First
Published, Australia: versi Indonesia oleh Ngatawi al Zastrouw (editor) dan
Ryadi Gunawan (penerjemah), Yogyakarta: LKPSM, 1997, hlm. 55.19
L. J. Zimmerman, Sejarah
Pendapat-pendapat tentang Ekonomi, Bandung: N.V. Penerbitan W. Van Hoeve,
‘S-Gravenhage, 1995, hlm. 42-43. Edisi Indonesia dikerjakan oleh K. Siagian.
Periksa buku aslinya yang berjudul Geschiedenis Van Het Economisch Denken. 21Sjahrir, Formasi
Mikro-Makro ekonomi Indonesia, Jakarta, UI Press, 1995, hlm. 113-114.
Lorens Bagus, Kamus
Filsafat, Jakarta, Gramedia, 1996, hlm.391.
Sudono Sukirno, Ekonomi
Pembangunan, Proses, Makalah dan Dasar Kebijaksanaan, Jakarta: Lembaga
Penerbit FE UI, 1985, hlm. 10.
Guy Debord, The Society of The
Spectacle, seperti dikutip oleh Fredric
Jameson, Postmodernism or The
Cultural of The Late Capitalism, London, Verso, 1990, hlm. 8. 29
John Kenneth Galbraith, The New
Industrial State, New York: Mentor
Book Paperback Edition, 1972, hlm. 258.
Periksa juga Budiman, Op. Cit.
Jurgen Hebermas, Ilmu dan
Tekhnologi Sebagai Ideologi, Jakarta: LP3ES, 1990, hlm. 76-77.
Komentar
Posting Komentar