PENGANTAR IDEOLOGI

 

1.  Pengertian Ideologi

Pada dasarnya ideologi berasal dari bahasa latin yang terdiri dari dua kata: ideos artinya pemikiran, dan logis artinya logika, ilmu, pengetahuan. Dapatlah didefinisikan ideologi merupakan ilmu mengenai keyakinan dan cita-cita. Ideologi merupakan kata ajaib yang menciptakan pemikiran dan semangat hidup diantara manusia terutama kaum muda, khususnya diatara cendekiawan atau intelektual dalam suatu masyarakat.2Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ideologi merupakan rumusan alam pikiran yang terdapat diberbagai subyek atau kelompok masyarakat yang ada, dijadikan dasar untuk direalisasikannya. Dengan demikian, ideologi tidak hanya dimiliki oleh negara, dapat juga berupa keyakinan yang dimiliki oleh suatu organisasi dalam negara, seperti partai politik atau asosiasi politik, kadang hal ini sering disebut subideologi atau bagian dari ideologi. Ideologi juga merupakan mythos yang menjadi political doctrin (doktrin politik) dan political formula (formula politik).

Ideologi adalah suatu pandangan atau sistem nilai yang menyeluruh dan mendalam yang dipunyai dan dipegang oleh suatu masyarakat tentang bagaimana cara yang sebaliknya, yaitu secara moral dianggap benar dan adil, mengatur tingkah laku mereka bersama dalam berbagai segi kehidupan duniawi mereka. Ideologi juga memiliki arti: konsepsi manusia mengenai politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan untuk diterapkan dalam suatu masyarakat atau negara.


2.   Ideologi dalam Ilmu Sosial


Persoalan ideologi merupakan pusat kajian ilmu sosial. Menurut Frans Magnis Suseno, ideologi dimaksud sebagai keseluruhan sistem berfikir, nilai-nilai dan sikap dasar rohaniah sebuah gerakan, kelompok sosial atau individu. Ideologi dapat dimengerti sebagai suatu sistem penjelasan tentang eksistensi suatu kelompok sosial, sejarahnya dan proyeksinya ke masa depan serta merasionalisasikan suatu bentuk hubungan kekuasaaan. Dengan demikian, ideologi memiliki fungsi mempolakan, mengkonsolidasikan dan menciptakan arti dalam tindakan masyarakat. Ideologi yang dianutlah yang pada akhirnya akan sangat menentukan bagaimana seseorang atau sekelompok orang memandang sebuah persoalan dan harus berbuat apa untuk mensikapi persoalan tersebut. Dalam konteks inilah kajian ideologi menjadi sangat penting, namun seringkali diabaikan.

Istilah ideologi adalah istilah yang seringkali dipergunakan terutama dalam ilmu-ilmu sosial, akan tetapi juga istilah yang sangat tidak jelas. Banyak para ahli yang melihat ketidakjelasan ini berawal dari rumitnya konsep ideologi itu sendiri. Ideologi dalam pengertian yang paling umum dan paling dangkal biasanya diartikan sebagai istilah mengenai sistem nilai, ide, moralitas, interpretasi dunia dan lainnya. Menurut Antonio Gramsci, ideologi lebih dari sekedar sistem ide. Bagi Gramsci, ideologi secara historis memiliki keabsahan yang bersifat psikologis. Artinya ideologi ‘mengatur’ manusia dan memberikan tempat bagi manusia untuk bergerak, mendapatkan kesadaran akan posisi mereka, perjuangan mereka dan sebagainya.


3.  Logika Dasar Ideologi


Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan Kata ideologi sendiri diciptakan oleh Destutt de Tracy pada akhir abad ke-18 untuk mendefinisikan ”sains tentang ide”. Ideologi dapat dianggap sebagai visi yang komprehensif, sebagai cara memandang segala sesuatu (bandingkan Weltanschauung), secara umum (lihat Ideologi dalam kehidupan sehari hari) dan beberapa arah filosofis (lihat Ideologi politis), atau sekelompok ide yang diajukan oleh kelas yang dominan pada seluruh anggota masyarakat. Tujuan utama dibalik ideologi adalah untuk menawarkan perubahan melalui proses pemikiran normatif. 

Ideologi adalah sistem pemikiran abstrak (tidak hanya sekadar pembentukan ide) yang diterapkan pada masalah publik sehingga membuat konsep ini menjadi inti politik. Secara implisit setiap pemikiran politik mengikuti sebuah ideologi walaupun tidak diletakkan sebagai sistem berpikir yang eksplisit. (definisi ideologi Marxisme). Ideologi sama pentingnya dengan silogisme (baca: logika berfikir yang benar) bagi setiap proposisi (dalil atau pernyataan) yang kita buat. Ideologi secara etimologis berarti permulaan. Secara terminologis berarti pemikiran mendasar yang dibangun diatas pemikiran-pemikiran (cabang). Ideologi adalah pemikiran mendasar dan patokan asasi tingkah laku. Dari segi logika Ideologi adalah pemahaman mendasar dan asas setiap peraturan.


4.  Proses Kelahiran Ideologi


Tentang bagaimana ideologi lahir, pada dasarnya ideologi terumuskan dengan sejumlah kemungkinan: pertama, ideologi lahir karena diinspirasikan oleh sosok tokoh yang luar biasa, dalam sejarah bangsanya. Ia hadir membawa sekaligus mampu memberikan inspirasi serta pengaruh kuat terhadap orang lain secara luas. Pada keadaan ini, gagasan seseorang yang ‘luar biasa’ itu atas kehendak pelaku dan dukungan pengikut, alam pemikirannya mengenai cita-cita masyarakat yang diperjuangkan dalam gerakan politik diakui dan dirumuskan secara sistematis, telah menjadi ideologi. Ideologi itu lahir dari pemikiran seseorang. Kedua, berdasarkan alam pikiran masyarakat, ideologi itu dirumuskan oleh sejumlah orang yang berpegaruh dan merepresentasikan kelompok masyarakat kemudian disepakati sebagai pedoman dalam mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara, bilaperlu diciptakan mitos- mitos untuk mendapatkan pengakuan legal dan kultural dari masyarakat bersangkutan sehingga mereka tunduk dan meyakini. Ketiga, berdasarkan keyakinan tertentu yang bersifat universal, ideologi itu lahir dan dibawa oleh orang yang diyakini sebagai kehendak Tuhan, dengan pesan untuk melakukan pembebasan dan memberikan bimbingan dalam mengatur kehidupan yang sebenarnya serta konsekuensi moral dikemudian hari yang akan diterima bila melanggarnya. Ideologi ini syarat dengan pesan moral yang sesuai dengan nurani serta dasar primordial manusia. Oleh sebab itu, ideologi yang lahir dari suatu keyakinan Iman dan bersifat universal akan hidup secara permanen tidak akan goyah dan mati. Biasanya ideologi ini lahir diinspirasikan oleh spirit agama.

 Namun demikian, terlepas dengan cara apa dan bagaimana suatu ideologi itu lahir, pada dasarnya ideologi sering disamakan sebagai suatu keyakinan, sebab ia mengandung suatu mitos dan cita-cita yang harus direalisasikan dan memiliki nilai kebenaran. Bagi pengikutnya tidak hanya diakui dan diikuti, lebih dari itu dihayati sebagai sesuatu yang memiliki spirit hidup serta perjuangan dalam menjawab tantangan yang dirasakan.




5.   Dimensi dan Tahapan Ideologi


Ada tiga dimensi yang perlu dipenuhi oleh suatu ideologi agar tetap mampu mempertahankan relevansinya sebagai berikut: pertama, dimensi realitas, adalah kemampuan ideologi untuk mencerminkan realitas dari nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakatnya. Karena hanya dari situlah anggota masyarakat akan merasa bahwa ideologi itu memang miliknya. Kedua, dimensi idealisme, adalah kemampuan dasar ideologi yang terkandung di dalam nilai-nilai dasar ideologi itu. Ketiga, dimensi fleksibilitas, dimensi ketiga ini menuntut kemampuan ideologi bukan saja untuk melandasi dan meneropong perubahan atas pembaruan masyarakat, tetapi juga sekaligus menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan itu.

Ali Syariati memberikan argumentasi atau pendapatnya bahwa suatu ideologi dalam mengoperasionalisasikan nilai-nilai dalam masyarakat sebagai suatu kebenaran untuk dapat diperjuangkan menjadi keyakinan atau pandangan hidup dalam kolektif masyarakat memiliki tahapan-tahapan sehingga terbentuk sebuah ideologi, ini meliputi: pertama, adalah cara kita melihat dan mengungkapkan alam semesta, eksistensi, dan manusia. Kedua, cara khusus dalam kita memakai dan menilai semua benda dan gagasan atau ide-ide yang membentuk lingkungan sosial dan mental kita, Ketiga, mencakup usulan, metode sebagai pendekatan dan keinginan yang kita manfaatkan untuk mengubah status quo yang kita tidak puas. Pada tahap ketiga inilah ideologi mulai menjalankan misinya dengan memberikan para pendukungnya pengarahan, tujuan dan cita-cita serta rencana praktis sebagai dasar perubahan dan kemajuan kondisi sosial yang diharapkan.


6.  Akar
Ideologi dari Tiga Pendekatan Filsafat

Semenjak masa kelahiran para pemikir di Yunani, Romawi, Kelahiran kejayaan Yudea-Kristiani, kemudian Islam dan Abad Pencerahan di Eropa Konstruk Filsafat yang melahirkan ideologi- ideologi besar dunia sesungguhnya berakar dari tiga pendekatan filsafat, yakni: Pertama, Filsafat Idealisme (philosophy of idealism), ini mengedepankan faham rasionalisme dan individualisme, yang dalam kehidupan berpolitik telah melahirkan ideologi  Liberalisme dan Kapitalisme. Ide yang menjadikan kekuatan dasar menempatkan manusia sebagai pusat di alam semesta (centre of nature), manusia sebagai titik pangkal terjadinya perubahan sejarah. Ini melahirkan faham dalam membangun kehidupan kenegaraan dalam konteks hubungan agama dengan negara adalah terpisah (separation) walau dalam hal-hal ceremonial dan ritual agama masih diberikan peran.

 Pandangan kehidupan yang berdasar ideologi liberalisme-kapitalisme, melahirkan faham Sekulerisme-Moderat dalam mengatur kehidupan politik-kenegaraan. Kedua, Filsafat Materialisme (philosophy of materialism), ini mengedepankan faham emosionalisme berupa perjuangan kelas dengan kekerasan dan kolektivisme, yang dalam kehidupan berpolitik telah melahirkan ideologi Sosialisme-Komunisme. Materi (ekonomi), yang menjadi kekuatan dasar menempatkan kondisi ekonomi sebagai faktor penentu terjadinya perubahan sejarah. Ini melahirkan faham dalam membangun kehidupan kenegaraan dalam konteks hubungan agama dengan negara adalah dipertentangkan (conflic). Agama dianggap sebagai faktor penghambat, candu bagi masyarakat, karena itu tidak diberikan peran sama sekali. Pandangan kehidupan yang berdasar ideologi Sosialisme- Komunisme melahirkan faham Sekularisme-Radikaldalam mengatur kehidupan politik-kenegaraan. Ketiga, Filsafat Teologisme (philosophy of teologism).

Dalam faham ini masih dibagi menjadi dua: 1] faham agama yang menempatkan ajaran Tuhan memegang peran sentral dalam kehidupan politik-kenegaraan, tetapi dalam konstruk politiknya, menjadikan pemuka agama sebagai tokoh yang dikultuskan. 2] faham agama yang memang menempatkan ajaran Tuhan sebagai sumber inspirasi, motivasi dan ekspresi. Ini menempatkan ajaran Tuhan sebagai faktor integratif dan pencerahan. Dalam hubungannya dalam kehidupan politik-kenegaraan, agama sebagai suatu yang suci kekuatannya bukan di pengkultusan dan pemistikan melainkan agama sebagai pembimbing (guidens). Agama dapat didialogkan untuk terlibat sebagai wacana sekaligus sumber etika, moral dan hukum, maka dalam kehidupan politik-kenegaraan itu dapat dikatakan agama bersifat dinamis, dapat disebut pula sebagai filsafat teologisme-dinamis.


 

7.  Tiga Kategorisasi Ideologi

Secara sederhana, Franz Magnis Suseno mengemukakan tiga kategorisasi ideologi. Pertama, ideologi dalam arti penuh atau disebut juga ideologi tertutup. Ideologi dalam arti penuh berisi teori tentang hakekat realitas seluruhnya, yaitu merupakan sebuah teori metafisika. Kemudian selanjutnya berisi teori tentang makna sejarah yang memuat tujuan dan norma-norma politik sosial tentang bagaimana suatu masyarakat harus di tata. Ideologi dalam arti penuh melegitimasi monopoli elit penguasa di atas masyarakat, isinya tidak boleh dipertanyakan lagi, bersifat dogmatis dan apriori dalam arti ideologi itu tidak dapat dikembangkan berdasarkan pengalaman. 

Salah satu ciri khas ideologi semacam ini adalah klaim atas kebenaran yang tidak boleh diragukan dengan hak menuntut adanya ketaatan mutlak tanpa reserve. Dalam kaitan ini Franz Magnis-Suseno mencontohkan ideologi Marxisme-Leninisme. Kedua, ideologi dalam arti terbuka. Artinya ideologi yang menyuguhkan kerangka orientasi dasar, sedangkan dalam operasional keseharianya akan selalu berkembang disesuaikan dengan norma, prinsip moral dan cita-cita masyarakat. Operasionalisasi dalam praktek kehidupan masyarakat tidak dapat ditentukan secara apriori melainkan harus disepakati secara demokratis sebagai bentuk cita-cita bersama. Dengan demikian ideologi terbuka bersifat inklusif, tidak totaliter dan tidak dapat dipakai untuk melegitimasi kekuasaan sekelompok orang. Ketiga, Ideologi dalam arti implisit atau tersirat. Ideologi semacam ini ditemukan dalam keyakinan-keyakinan masyarakat tradisional tentang hakekat realitas dan bagaimana manusia harus hidup didalamnya. Meskipun keyakinan itu hanya implisit saja, tidak dirumuskan dan tidak diajarkan namun cita-cita dan keyakinan itu sering berdimensi ideologis, karena mendukung tatanan sosial yang ada dan melegitimasi struktur non demokratis tertentu seperti kekuasaan suatu kelas sosial terhadap kelas sosial yang lain.

 

8.  Fungsi dan Faktor Pendukung Ideologi

Ideologi adalah suatu sistem keyakinan yang dimiliki oleh suatu masyarakat atau bangsa yang bersifat menyeluruh yang mendalam mengenai segala segi kehidupan kenegaraan, kemasyarakatan, dan kebagsaan. Ideologi mengandung kehendak dan cita-cita tentang suatu kehidupan masyarakat yang ideal yang diyakini kebenarannya dan harus diperjuangkan agar terwujud dengan kongkrit. Oleh karena itu ideologi merupakan panduan bagi penganutnya untuk melakukan tindakan-tindakan secara praktis dan strategis untuk mewujudkan kehendak dan cita-cita yang terkandung dalam ideologi tersebut. Ideologi mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut:


1.    Fungsi Etis, yaitu sebagai panduan dan sikap serta perilaku kelompok masyarakat dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan.

2.    Fungsi Integrasi, yaitu nilai yang menjadi pengikat suatu bangsa atau masyarakat.

3.    Fungsi Kritis, yaitu sebagai ukuran nilai yang dapat digunakan untuk melakukan kritik terhadap nilai atau keadaan tertentu.

4.    Fungsi Praxis, yaitu sebagai acuan dalam memecahkan masalah-masalah kongkrit.

5.    Fungsi Justifikasi, yaitu ideologi sebagai nilai pembenar atas suatu tindakan atau kebijakan tertentu yang dikeluarkan oleh suatu kelompok tertentu.

Menurut tokoh psyco-analisis Foucault, ideologi menyangkut empat faktor atau hal penting: 1] Ekonomi sebagai basis, 2] Kelas yang berkuasa, 3] Kekuatan repressif, 4] Sesuatu yang berlawanan dengan kebenaran sejati. Menurut Gianfranco, seorang pakar sosiologi ada tiga kekuatan sosial yang mempengaruhi masyarakat: 1] Kekuatan politik, 2] Kekuatan ekonomi, 3] Kekuatan normatif atau ideologi.


 




Referensi
 

Friedrich Engels, The Origin Of The Family, Private Property And The State, Zurich, 1884
Mannheim, Karl, Ideologi dan Utopia: Menyingkap Kaitan Pikiran dan Politik (Yogyakarta: Kanisius, 1993). 
Elie Halevy, Histoire du Socialisme Europen. Paris, Gallimard, 1937 Market Socialism: the debate among socialists, ed. Bertell Ollman (1998)
G.D.H. Cole, History of Socialist Thought, in 7 volumes, Macmillan and St. Martin's Press (1965),
John Weinstein, Long Detour: The History and Future of the American Left, Westview Press, 2003, Leo Panitch, Renewing Socialism: Democracy, Strategy, and Imagination.
Michael Harrington, Socialism, New York: Bantam, 1972
Edmund Wilson, To the Finland Station: A Study in the Writing and Acting of History, Garden City, NY: Doubleday, 1940.
Albert Fried, Ronald Sanders, eds., Socialist Thought: A Documentary History, Garden City, NY: Doubleday Anchor, 1964.
Ali Syariati, Tugas Cendekiawan Muslim (Yogyakarta: Salahuddin
Press, 1982)
Firdaus Syam, Pemikiran Politik Barat; Sejarah, Filsafat, Ideologi dan Pengaruhnya Terhadap Dunia Ketiga (Jakarta: Bumi Aksara, 2007)
Alfian, Pemikian dan Perubahan Politik Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1981)
Sukarna, Suatu Studi Ilmu Politik Ideologi (Bandung: Alumni, 1981) Jorge Lorrain, Konsep Ideologi (Yogyakarta: LKPSM, 1996)
Franz Magnis-Suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, (Yogyakarta: Kanisius, 1991)
Roger Simon, Gagasan-gagasan Politik Gramsci (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999)
Anthony Downs dalam buku An Economic System of Democracy
(New York: Harper & Row, 1957)
Austin Ranney, Governig; An Introduction to Political Science (7th Edition; London: Prentice Hall International, Inc., 1996)
A.M.W. Pranarka, “Pasal 33 UUD 1945: Wawasan Dasar dan Konstruksi Operasionalnya, Suatu Tinjauan Ideologis,”dalam Analisa CSIS, Tahun IV, No. 12, Desember 1986

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

History of snouck hurgronje

APA ITU KAPITALISME?